Umar Badarsyah's Blog

A Yurist Learn To Be

Pilpres, Saatnya Bicara Substansi


Pilpres, Saatnya Bicara Substansi
17 Mei 2009
Oleh Umar Badarsyah

Babak koalisi partai-partai politik mengusung calon presiden dan wakil presiden baru saja usai. Pragmatisme menjadi kata kunci yang kita tangkap dari suguhan manuver sejumlah parpol pada babak tersebut. Kesamaan platform, visi, dan misi tidak menjadi bunyi utama dalam politik koalisi, yang tertangkap adalah soal kekuasaan, dan keterwakilan golongan dalam bentuk dagang sapi berupa portfolio jatah menteri.

Mari kita tinggalkan sejenak babak memalukan itu dengan menjadikannya sebagai pelajaran ke depan. Kini kita masuki babak pemilihan presiden dengan berkontribusi aktif menggiringnya bukan pada persoalan siapa yang lebih cantik, ganteng, atau santun tidak juga pada siapa dari mana, tapi lebih mendasar dari itu tentang apa, ke mana, bagaimana dan menakar modal kesanggupan mewujudkannya.
Kemenangan Obama pada pemilihan presiden Amerika Serikat tahun lalu bukan karena dia berkulit hitam, atau lebih muda dan segar dari McCain. Namun karena paket kebijakan ekonomi, pendidikan, energi, kesehatan, pajak dan kebijakan luar negerinya dipandang pemilih Amerika lebih baik dari tawaran McCain, dan Obama dipercaya memiliki integritas dan kemampuan mewujudkan tawarannya.

Proses pemilihan presiden hendaknya berbicara soal kebijakan ekonomi, kesehatan, pendidikan, energi, pangan apa yang ditawarkan para kandidat, dan bagaimana langkah-langkah konkret mewujudkannya. Tidak lupa isu penegakan hukum dan reformasi birokrasi digali dari para kandidat. Saatnya menyoal ke mana arah Indonesia hendak dibawa oleh para kandidat. Kemudian seberapa cakap nahkoda memahami lautan permasalahan, seberapa keras angin tantangan, seberapa tinggi ombak dan badai ancaman, dan kesanggupannya melalui itu semua.
Kejelasan persoalan ke mana, apa, bagaimana dan kesanggupan para kandidat menjadi penting untuk perjalanan kemajuan bangsa ini. Untuk menuju pada kemajuan kita harus melepaskan diri pada demokrasi rapuh yang berdasar pada primordialisme, sektarian, dan irrasionalitas. Jawaban atas persoalan itu pada hakikatnya akan memperkuat kontrak politik antara rakyat dengan pemimpin ketika sabuk kedaulatan itu diserahkan. Dengan demikian rakyat tidak hanya menyerahkan check and balances pada sistem yang ada tetapi terlibat aktif mendorong sistem itu berjalan. Bersikap kritis atas perjalanan pemimpin pilihannya, sejauh mana konsistensinya menjalankan apa yang ditawarkan, bagaimana perwujudannya, dan jalan mana yang ditempuhnya.

Fase pemilihan presiden yang akan kita jalani sejatinya merupakan pertaruhan perjalanan negara dan bangsa ini lima tahun ke depan. Oleh karenanya kita memiliki tanggung jawab menggiring para kandidat untuk menjawab ke mana mereka akan membawa kita. Adalah perilaku demokrasi yang kita pilih yang akan menentukan nasib kita!

December 29, 2009 - Posted by | Pemilu-Pilkada | , , , , ,

No comments yet.

Leave a comment